Masalah adalah kesenjangan (discrepancy) antara apa yang seharusnya (harapan) dengan apa yang ada dalam kenyataan sekarang. Kesenjangan tersebut dapat mengacu ke ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan dan lain sebagainya. Penelitian diharapkan mampu mengantisipasi kesenjangan-kesenjangan tersebut. Masalah yang perlu dijawab melalui penelitian cukup banyak dan bervariasi misalnya masalah dalam bidang pendidikan saja dapat dikategorikan menjadi beberapa sudut tinjauan yaitu masalah kualitas, pemerataan, relevansi dan efisiensi pendidikan (Riyanto, 2001:1) Salah satu jenis penelitian dalam bidang pendidikan adalah peneltian tindakan, yang dilakukan dengan menerapkan metode-metode pengajaran ketika proses belajar berlangsung di kelas dengan harapan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Dalam ranah ilmu sosial, Masalah sosial yang didefinisikan Robert K Merton sebagai ”ketidaksesuaian yang signifikan dan tidak diinginkan” antara standar kebersamaan dan kondisi nyata. Atau dengan kata lain,”Sebuah situasi tak terduga yang tidak sejalan dengan tata nilai yang dianut sekelompuk orang yang menyetujui bahwa perlu adanya tindakan untuk mengatasi situasi”.
Variabel adalah gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati. Tentunya banyak pengertian lain, tapi sepertinya pengertian itu sudah cukup. Merupakan suatu konsep yang bervariasi atau konsep yang memiliki nilai ganda atau suatu faktor yang jika diukur akan menghasilkan nilai yang bervariasi. Variabel juga dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang yang atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau suatu objek dengan objek yang lain.
Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta criteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian
[1]. Secara umum, paradigma penelitian diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif (Indiantoro & Supomo, 1999: 12-13). Masing-masing paradigma atau pendekatan ini mempunyai kelebihan dan juga kelemahan, sehingga untuk menentukan pendekatan atau paradigma yang akan digunakan dalam melakukan penelitian tergantung pada beberapa hal di antaranya (1) jika ingin melakukan suatu penelitian yang lebih rinci yang menekankan pada aspek detail yang kritis dan menggunakan cara studi kasus, maka pendekatan yang sebaiknya dipakai adalah paradigma kualitatif. Jika penelitian yang dilakukan untuk mendapat kesimpulan umum dan hasil penelitian didasarkan pada pengujian secara empiris, maka sebaiknya digunakan paradigma kuantitatif, dan (2) jika penelitian ingin menjawab pertanyaan yang penerapannya luas dengan obyek penelitian yang banyak, maka paradigma kuantitaif yang lebih tepat, dan jika penelitian ingin menjawab pertanyaan yang mendalam dan detail khusus untuk satu obyek penelitian saja, maka pendekatan naturalis lebih baik digunakan. Hasil penelitian akan memberi kontribusi yang lebih besar jika peneliti dapat menggabungkan kedua paradigma atau pendekatan tersebut.
Penggabungan paradigma tersebut dikenal istilah
triangulation. Penggabungan kedua pendekatan ini diharapkan dapat memberi nilai tambah atau sinergi tersendiri karena pada hakikatnya kedua paradigma mempunyai keunggulan-keunggulan.
Cara Menemukan Masalah
Setelah peneliti menentukan bidang penelitian (problem area) yang diminatinya, kegiatan berikutnya adalah menemukan permasalahan (problem finding atau problem generation). Penemuan permasalahan merupakan salah satu tahap penting dalam penelitian. Situasinya jelas: bila permasalahan tidak ditemukan, maka penelitian tidak perlu dilakukan. Pentingnya penemuan permasalahan juga dinyatakkan oleh ungkapan: “Berhasilnya perumusan permasalahan merupakan setengah dari pekerjaan penelitian”.
Penemuan permasalahan juga merupakan tes bagi suatu bidang ilmu; seperti diungkapkan oleh Mario Bunge
[2]. dengan pernyataan: “Kriteria terbaik untuk menjajagi apakah suatu disiplin ilmu masih hidup atau tidak adalah dengan memastikan apakah bidang ilmu tersebut masih mampu menghasilkan permasalahan . . . . Tidak satupun permasalahan akan tercetus dari bidang ilmu yang sudah mati”. Permasalahan yang ditemukan, selanjutnya perlu dirumuskan ke dalam suatu pernyataan (problem statement). Dengan demikian, pembahasan isi bab ini akan dibagi menjadi dua bagian: (1) penemuan permasalahan, dan (2) perumusan permasalahan.
Penemuan Permasalahan
Kegiatan untuk menemukan permasalahan biasanya didukung oleh survai ke perpustakaan untuk menjajagi perkembangan pengetahuan dalam bidang yang akan diteliti, terutama yang diduga mengandung permasalahan. Perlu dimengerti, dalam hal ini, bahwa publikasi berbentuk buku bukanlah informasi yang terbaru karena penerbitan buku merupakan proses yang memakan waktu cukup lama, sehingga buku yang terbit—misalnya hari ini—ditulis sekitar satu atau dua tahun yang lalu. Perkembangan pengetahuan terakhir biasanya dipublikasikan sebagai artikel dalam majalah ilmiah; sehingga suatu (usulan) penelitian sebaiknya banyak mengandung bahasan tentang artikel- artikel (terbaru) dari majala h-majalah (jurnal) ilmiah bidang yang diteliti.
Kegiatan penemuan permasalahan, seperti telah disinggung di atas, didukung oleh survai ke perpustakaan untuk mengenali perkembangan bidang yang diteliti. Pengenalan ini akan menjadi bahan utama deskripsi “latar belakang permasalahan” dalam usulan penelitian. Permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai kesenjangan antara fakta dengan harapan, antara tren perkembangan dengan keinginan pengembangan, antara kenyataan dengan ide. Seperti yang diungkapkan Sutrisno Hadi sebagai berikut:
“mengidentifikasikan permasalahan sebagai perwujudan “ketiadaan, kelangkaan, ketimpangan, ketertinggalan, kejanggalan, ketidakserasian, kemerosotan dan semacamnya”.
[3]
Seorang peneliti yang berpengalaman akan mudah menemukan permasalahan dari bidang yang ditekuninya; dan seringkali peneliti tersebut menemukan permasalahan secara “naluriah”; tidak dapat menjelaskan bagaimana cara menemukannya. Cara- cara menemukan permasalahan ini, telah diamati oleh Buckley dkk. (1976) yang menjelaskan bahwa penemuan permasalahan dapat dilakukan secara “formal’ maupun ‘informal’. Cara formal melibatkkan prosedur yang menuruti metodologi tertentu, sedangkan cara informal bersifat subjektif dan tidak “rutin”. Dengan demikian, cara formal lebih baik kualitasnya dibanding cara informal. Rincia n cara- cara yang diusulkan Buckley dkk. dalam kelompol formal dan informal terlihat pada gambar di bawah ini.
PENEMUAN PERMASALAHAN
Formal |
|
|
Rekomendasi suatu riset
Analogi Renovasi Dialektik Ekstrapolasi Morfologi Dekomposisi Agregasi |
|
|
|
|
|
|
|
|
Informal |
|
|
Konjektur Fenomenologi Konsensus Pengalaman |
|
|
|
|
|
Gambar Perm- 1: Beberapa cara penemuan permasalahan
(
Sumber: Buckley dkk.(1976: 5)
[4]
Bukley dkk., (1976:16-27) menjelaskan cara- cara penemuan permasalahan—baik formal maupun informal—sebagai diuraikan di bagian berikut ini. Setelah permasalahan ditemukan, kemudian perlu dilakukan pengecekan atau evaluasi terhadap permasalahan tersebut— sebelum dilakukan perumusan permasalahan.
[5]
Cara-cara Formal Penemuan Permasalahan
Cara- cara formal (menurut metodologi penelitian) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan alternatif- alternatif berikut ini:
1)
Rekomendasi suatu riset. Biasanya, suatu laporan penelitian pada bab terakhir memuat kesimpulan dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya menunjukan kemungkinan penelitian lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan dengan kesimpulan yang dihasilkan. Saran ini dapat dikaji sebagai arah untuk menemukan permasalahan.
2)
Analogi adalah suatu cara penemuan permasalahan dengan cara “mengambil” pengetahuan dari bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang diteliti. Dalam hal ini, dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah sesuai dalam tiap hal-hal yang penting. Contoh permasalahan yang ditemukan dengan cara analogi ini, misalnya: “apakah Proses perancangan perangkat lunak komputer dapat diterapkan pada proses perancangan arsitektural” (seperti diketahui perencanaan perusahaan dan perencanaan arsitektural mempunyai kesamaan dalam hal sifat pembuatan keputusannya yang
Judgmental).
3)
Renovasi. Cara renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang tidak cocok lagi dari suatu teori. Tujuan cara ini adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kemantapan suatu teori. Misal suatu teori menyatakan “ada korelasi yang signifikan antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya” dapat direnovasi menjadi permasalahan “seberapa korelasi antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya dengan tingkat pendidikan penghuni yang berbeda”. Dalam contoh di atas, kondisi yang “umum” diganti dengan kondisi tingkat pendidikan yang berbeda.
4)
Dialektik, dalam hal ini, berarti tandingan atau sanggahan. Dengan cara dialektik, peneliti dapat mengusulkan untuk menghasilkan suatu teori yang merupakan tandingan atau sanggahan terhadap teori yang sudah ada.
5)
Ekstrapolasi adalah cara untuk menemukan permasalahan dengan membuat tren (
trend) suatu teori atau tren permasalahan yang dihadapi.
6)
Morfologi adalah suatu cara untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang terkandung dalam suatu permasalahan yang rumit, kompleks.
7)
Dekomposisi merupakan cara penjabaran (pemerincian) suatu pemasalahan ke dalam komponen-komponennya.
8)
Agregasi merupakan kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara agregasi, peneliti dapat mengambil hasil- hasil peneliti atau teori dari beberapa bidang (beberapa penelitian) dan “mengumpulkannya” untuk membentuk suatu permasalah yang lebih rumit, kompleks.
Cara-cara Informal Penemuan Permasalahan
Cara- cara informal (subyektif) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan alternatif-alternatif berikut ini:
1)
Konjektur (naluriah). Seringkali permasalahan dapat ditemukan secara konjektur. (naluriah), tanpa dasar- dasar yang jelas. Bila kemudian, dasar- dasar atau latar belakang permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian dapat diteruskan secara alamiah. Perlu dimengerti bahwa naluri merupakan fakta apresiasi individu terhadap lingkungannya. Naluri, menurut Buckley, dkk., (1976, 19)
[6], merupakan alat yang berguna dalam proses penemuan permasalahan.
2)
Fenomenologi. Banyak permasalahan baru dapat ditemukan berkaitan dengan fenomena (kejadian, perkembangan) yang dapat diamati. Misal: fenomena pemakaian komputer sebagai alat bantu analisis dapat dikaitkan untuk mencetuskan permasalahan – misal: seperti apakah pola dasar pendaya – gunaan komputer dalam proses perancangan arsitektural.
3)
Konsensus juga merupakan sumber untuk mencetuskan permasalahan. Misal, terdapat konsensus bahwa kemiskinan bukan lagi masalah bagi Indonesia, tapi kualitas lingkungan yang merupakan masalah yang perlu ditanggulangi (misal hal ini merupakan konsensus nasional).
4)
Pengalaman. Tak perlu diragukan lagi, pengalaman merupakan sumber bagi permasalahan. Pengalaman kegagalan akan mendorong dicetuskannya permasalahan untuk menemukan penyebab kegagalan tersebut. Pengalaman keberhasilan juga akan mendorong studi perumusan sebab- sebab keberhasilan. Umpan balik dari klien, misal, akan mendorong penelitian untuk merumuskan komunikasi arsitek dengan klien yang lebih baik.
Perumusan Permasalahan
Sering dijumpai usulan penelitian yang memuat “latar belakang permasalahan” secara panjang lebar tetapi tidak diakhiri (atau disusul) oleh rumusan (pernyataan) permasalahan. Pernyataan permasalahan sebenarnya merupakan kesimpulan dari uraian “latar belakang” tersebut. Castetter dan Heisler
[7], menerangkan bahwa pernyataan permasalahan merupakan ungkapan yang jelas tentang hal- hal yang akan dilakukan peneliti. Cara terbaik unutk mengungkapkan pernyataan tersebut adalah dengan pernyataan yang sederhana dan langsung, tidak berbelit-belit. Pernyataan permasalahan dari suatu penelitian merupakan “jantung” penelitian dan berfungsi sebagai pengarah bagi semua upaya dalam kegiatan penelitian tersebut. Pernyataan permasalahan yang jelas (tajam) akan sanggup memberi arah (gambaran) tentang macam data yang diperlukan, cara pengolahannya yang cocok, dan memberi batas lingkup tertentu pada temuan yang dihasilkan.
Contoh ungkapan permasalahan yang jelas, tajam, diberikan oleh Sumiarto (1985) yang meneliti dalam bidang perumahan pedesaan. Permasalahan yang dikemukakannya, sebagai berikut:
“Kesimpulan yang dapat ditarik sebagai permasalahan P3D [Perintisan Pemugaran Perumahan Desa] yang dapat memberikan arah pada studi yang akan dilakukan adalah mempertanyakan keberhasilan dari tujuan P3D.
Secara lebih spesifik dapat dikemukakan beberapa (sub) permasalahan sebagai berikut:
(a). Apakah setelah menerima bantuan P3D, kondisi mereka akan menjadi
lebih baik, dalam arti adanya peningkatan dalam cara bermukim yang lebih baik serta lebih sehat?
(b). Apakah bantuan yang diberikan oleh P3D telah memberikan hasil sesuai seperti yang diharapkan, yaitu penerima bantuan telah memberikan respon yang positif yang berupa tenaga, material, bahkan finansial, sehingga lebih dari apa yang diberikan oleh P3D.
(c). Lebih jauh lagi, apakah P3D telah mampu membangkitkan efek berlipat ganda (multiplier effect), sehingga masyarakat yang tidak meneriman bantuan P3D terangsang secara swadata menyelenggarakan sendiri peningkatan kondisi rumah dan lingkungannya?”
[8]
Bentuk Rumusan Permasalahan
Contoh pernyataan permasalahan di atas mengambil bentuk satu pernyataan disusul oleh beberapa pertanyaan. Castette dan Heisler
[9] menjelaskan bahwa secara keseluruhan ada 5 macam bentuk pernyataan permasalahan, yaitu:
(1) bentuk satu pertanyaan (
question);
(2) bentuk satu pertanyaan umum disusul oleh beberapa pertanyaan yang spesifik;
(3) bentuk satu penyataan (
statement) disusul oleh beberapa pertanyaan (
question).
(4) bentuk hipotesis; dan
(5) bentuk pernyataan umum disusul oleh beberapa hipotesis.
Bentuk Hipotesis nampaknya jarang dipakai lagi pula, biasanya perletakan hipotesis dalam laporan atau usulan penelitian tidak me nempati posisi yang biasa ditempati oleh pernyataan permasalahan. Hal yang lain, bentuk pertanyaan seringkali dapat diujudkan (diubah) pula sebagai bentuk pernyataan. Dengan demikian, secara umum, hanya ada dua bentuk pernyataan permasalahan:
1.) Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan, Misal :
(a) Pertanyaan:
ü “Seberapa pengaruh tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR?”
ü “Faktor-faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh masing- masing faktor pada persepsi penghuni terhadap desain rumah sub –inti?”
(b) Pernyataan (biasanya diungkapkan sebagai “maksud”)
ü “Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa pengaruh tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR.”
ü “Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh masing- masing faktor pad persepsi terhadap desain rumah sub –inti.”
2.) Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan umum disusul oleh beberapa pertanyaan atau pernyataan yang spesifik (Catatan: kebanyakan permasalahan terlalu besar atau kompleks sehingga perlu dirinci), Misal:
Permasalahan umum: Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek dan seberapa pengaruh tiap- tiap faktor? Lebih spesifik lagi, permasalahan
dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
(a) Apakah sekian faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek secara umum di Amerika Serikat terjadi pula di Indonesia?
(b) Seberapa besar pengaruh faktor- faktor tersebut mempengaruhi hasil desain arstiek di Indonesia?
Contoh Rumusan Permasalahan
Di bawah ini diberikan beberapa contoh rumusan masalah, sebagai berikut:
“. . . . . . . permasalahan sebagai berikut: Apakah kalsium hidroksida mempunyai pengaruh sitotoksik terhadap sel fibroblast embrio
Gallus domesticus secara
in Vitro, dan apakah besar konsentrasi kalsium hidroksida berpengaruh terhadap sifat sitotoksisitasnya?”
Sumber: Sri Hadiati Prayitno dan Wahjono Sosromidjojo, 1988, “Tes Sitotoksitas Bahan Kalsium Hidrosida dengan menggunakan Kultur sel Fibroblast Embrio Ayam Kampung (Gallus Domesticus) in vitro”, Berkala Penelitian Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Jilid I, Nomor 1, halaman 34.
“. . . . . . . . . dengan penelitian ini ingin diketahui faktor – faktor apa yang dapat mempengaruhi perilaku ibu – ibu dalam menangani diare pada bayi dan anak balita.
Sumber: Sitti Aisyah Salam dan Akhwak Watik Pratiknya, 1988,”Faktor- faktor yang mempengaruhi Perilaku ibu dalam menangani Penyakit Diare anak Balita di Kecamatan Wirobraian”,
Berkala penelitian Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Jilid 1, Nomor 1, halaman 2.
Keterkaitan antara Rumusan Permasalahan dengan Hipotesis dan Temuan Penelitian
Bila penelitian telah selesai dilakukan, maka dalam laporan penelitian perlu ditunjukkan “benang merah” (keterkaitan yang jelas) antara rumusan permasalahan dengan hipotesis (sebagai “jawaban” sementara terhadap permasalahan penelitian). Rincian dalam permasalahan perlu berkaitan lengasung dengan rincian dalam hipotesis, dalam arti, suatu rincian dalam hipotesis menjawab suatu rincian dalam permasalahan. Demikian pula, perlu diperlihatkan keterkaitan tiap rincian dalam temuan (sebagai jawaban nyata terhadap permasalahan) dengan tiap rincian dalam rumusan permasalahan.
Baik permasalahan, hipotesis dan temuan—sebagai upaya pengembangan atau pengujian teori—berkaitan secara substantif dengan tinjauan pustaka (sebagai kajian terhadap isi khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian). Kaitan substantif diartikan sebagai hubungan “isi”, tidak perlu dalam bentuk keterkaitan antar rincian.
VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Secara teoritis, variable didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau subyek yang mepunyai “variasi” antara satu orang dengan orang yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lahin
[10].
Jadi dinamakan variable karena ada variasinya (masing-masing dapat berbeda). Contoh: tinggi badan, berat badan, motivasi, sikap, perilaku, kualitas, harga, promosi, dan lain-lain. Jadi variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari atau ditarik kesimpulann
Macam-macam variable
Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain maka, macam-macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi:
a. Variabel Independen dan Variabel Dependen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variable bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Sering disebut sebagai variabel output, criteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai terikat variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Seperti :
- Kualitas pelayan Petugas kesehatan dan Kepuasan Masyarakat
Kualitas Pelayanan = variabel independent (VI)
Kepuasan Masyarakat = variabel dependen (VD)
- Kenaikan harga BBM dan daya beli masyarakat : kenaikan harga BBM adalah variabel independen (VI) dan daya beli adalah variabel dependen (VD);
- Kemampuan kerja dan produltivitas
Kemampuan kerja = VI
Produktivitas = VD
- Intensif dan motivasi :
Intensif = VD
Motivasi kerja = VD
Atau bisa sebaliknya, karena kedua variabel bisa berbentuk hubungan reciprocal / saling mempengaruhi / timbal balik. Untuk dapat menentukan yang mana variabel independen, dan dependen atau variabel yang lain, harus dilihat konteksnya dengan dilandasi konsep teoritis maupun hasil dari pengamatan yang empiris. Untuk itu sebelum peneliti memilih variabel apa yang akan diteliti perlu melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu pada obyek yang akan diteliti. Jangan sampai terjadi membuat rancangan penelitian dilakukan dibelakang meja, dan tanpa mengetahui terlebih dahulu permasalahan yang ada di obyek studi pendahuluan.
Sering terjadi, rumusan masalah penelitian, sehingga setelah dirumuskan ternyata masalah itu tidak menjadi pada obyek penelitian. Setelah masalah dapat dipahami dengan jelas maka peneliti dapat menentukan variabel-varibel penelitiannya.
c. Variabel Moderator
Variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan memparlemen) hubungan antara variabel independent dengan dependen. Variabel disebut juga sebagai variabel independent kedua. Secara teoritis kalau harga murah, maka akan banyak pembelinya tetapi sering terjadi penjualan dengan harga murah, tetapi tidak banyak pembelinya. Hal ini tentu ada variabel moderator yang mempengaruhi.Untuk hal ini variabel moderatornya yang dijual tidak berkualitas atau modelnya sudah usang.
Contoh lainnya adalah hubungan suami-istri akan menjadi semakin akrab bila mempunyai anak, dan akan semakin renggang bila ada pihak ke tiga. Anak adalah variabel moderator yang memperkuat hubungan, dan pihak ke tiga adalah yang memperlemah hubungan.
d. Variebel Intervening
Seperti telah dikemukakan bahwa variabel Intervening adalah variabel yang memperlemah dan memperkut hubungan antara variabel independen dan dependen, tetapi bersifat toeritis, sehingga tidak teramati dan tidak dapat diukur (kalau variabel moderatornya dapat diukur).
Sebagai contoh misalnya, ada dua pelaku bisnis dalam bidang yang sama, modalnya sama, tempat usahanya sama. Pelaku bisnis yang satu lebih sukses karena ia sering dating ke tempat-tempat keramat, misalnya ke Gunung Kawi. Datang ke Gunung Kawi ini adalah sebagai variabel intervening, karena aktivitasnya tidak dapat dijelaskan secara rasional dan tidak terukur.Contoh lain misalnya, gaji pegawai tinggi, pemimpin berperilaku baik, tetapi prestasi kerjanya rendah. Setelah diteliti ternyata pegawai tersebut sedang frustasi. Jadi, frustasi adalah sebagai Variable Intervening. Secara teoritis frustasi akan mempengaruhi prestasi pegawai, tetapi frustasi ini tidak dapat diukur.
e. Variabel Kontrol
Variabel yang dikendalikan aatu dibuat konstan sehingga pengaruh variabel independent terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh factor luar yang tidak diteliti. Variabel control sering digunakan oleh peneliti, bila akan melakukan penelitian yang bersifat membandingkan. Variabel ini ditetapkan oleh peneliti, jika peneliti ingin mengontrol supaya variabel diluar yang diteliti tidak mempengaruhi hubungan antara variabel independen dan dependen, atau ingin melakukan penelitian yang bersifat membandingkan.
Misalnya akan membandingkan penampilan kerja petugas pemasaran antara lulusan Sekolah Menengah Umum (SMU) dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Untuk bisa membandingkan penampilan kerja kedua lulusan sekolah itu maka peneliti harus menetapkan variabel controlnya. Dalam hal ini variabel controlnya adalah: Pekerjaan yang dikerjakan, alat untuk mengerjakan, pengalaman kerja, iklim kerja organisasi dimana pegawai tersebut harus sama. Tanpa ada varabel controlnya akan sulit ditemukan apakah perbedaan penampilan karyawan tersebut karena factor pendidikan (SMU-SMK) atau bukan. Pada kenyataannya, gejala-gejala sosial itu meliputi berbagai macam variabel saaing terkait secara simultan baik variabel independent, dependen, moderator dan intervening, sehingga peneliti yang baik akan mengamati semua variabel tersebut. Tetapi karena adanya keterbatasan dalam berbagai hal, maka peneliti sering hanya memfokuskan pada variabel penelitian saja, yaitu variabel independen dan dependen. Dalam penelitian kualitatif hubungan antara semua variabel tersebut akan diamati karena penelitian kualitatif berasumsi tidak dapat diklasifikasikan tetapi merupakan satu kesatuan (holistic).
Berdasarkan dari hasil pengukuran terdapat 4 tingkat variable, yaitu :
1. Variabel Nominal
Yaitu variable yang hanya mampu membedakan cirri atau sifat antara unti yang satu dengan yang lainnya, dalam variable ini tidak mengenal jenjang atau bertingkat. Variabel Nominal dapat di kategorikan :
Var. Nominal Dikotomus, dan
Var. Non Dikotomus (non kategori)
2. Variabel Nominal
Yaitu variable yang tersusun menurut jenjang dalam atribut tertentu . Pada variable ini menunjukkan urutan atau bertingkat, ada gradasi atau peringkat.
3. Variabel Interval
Untuk data interval angka yang digunakan adalah nilai yang dapat di dentikkan dengan bilangan riil, oleh karena itu maka angka dalam data interval dapat dioperasikan dengan operasi hitung.
4. Variabel Rasio
Variabel yang dalam kuantifikasinya mempunyai nilai nol mutlak.
PARADIGMA PENELITIAN
Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian
[11] . Secara umum, paradigma penelitian diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.
(Indiantoro & Supomo, 1999: 12-13). Masing-masing paradigma atau pendekatan ini mempunyai kelebihan dan juga kelemahan, sehingga untuk menentukan pendekatan atau paradigma yang akan digunakan dalam melakukan penelitian tergantung pada beberapa hal di antaranya (1) jika ingin melakukan suatu penelitian yang lebih rinci yang menekankan pada aspek detail yang kritis dan menggunakan cara studi kasus, maka pendekatan yang sebaiknya dipakai adalah paradigma kualitatif. Jika penelitian yang dilakukan untuk mendapat kesimpulan umum dan hasil penelitian didasarkan pada pengujian secara empiris, maka sebaiknya digunakan paradigma kuantitatif, dan (2) jika penelitian ingin menjawab pertanyaan yang penerapannya luas dengan obyek penelitian yang banyak, maka paradigma kuantitaif yang lebih tepat, dan jika penelitian ingin menjawab pertanyaan yang mendalam dan detail khusus untuk satu obyek penelitian saja, maka pendekatan naturalis lebih baik digunakan.
Hasil penelitian akan memberi kontribusi yang lebih besar jika peneliti dapat menggabungkan kedua paradigm atau pendekatan tersebut. Penggabungan paradigma tersebut dikenal istilah
triangulation. Penggabungan kedua pendekatan ini diharapkan dapat memberi nilai tambah atau sinergi tersendiri karena pada hakikatnya kedua paradigma mempunyai keunggulan-keunggulan. Penggabungan kedua pendekatan diharapkan dapat meminimalkan kelemahan-kelemahan yang terdapat dikedua paradigma.
Penelitian Kuantitatif
Paradigma kuantitatif menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Penelitian yang menggunakan pendekatan deduktif yang bertujuan untuk menguji hipotesis merupakan penelitian yang menggunakan paradigma kuantitatif. Paradigma ini disebut juga dengan paradigma tradisional (
traditional), positivis (
positivist), eksperimental (
experimental), atau empiris (
empiricist).
Jenis penelitian yang termasuk dalam paradigma penelitian kuantitatif dibedakan berdasarkan tujuan penelitian dan karakteristik masalah.
Berdasarkan tujuan, penelitian dapat dibedakan atas: (1) penelitian dasar dan (2) penelitian terapan. Prosedur yang digunakan yang digunakan oleh penelitian dasar dan penelitian terapan secara substansi tidak berbeda. Keduanya menggunakan metode ilmiah yang berguna membantu peneliti bisnis untuk mengetahui dan memahami fenomena bisnis. Esensi dari penelitian, apakah itu penelitian dasar atau terapan, terletak pada metode ilmiah. Secara teknis perbedaan kedua jenis penelitian tersebut terletak pada tingkat permasalahan (
matter of degree) daripada substansinya itu sendiri.
9
Penelitian Dasar. Penelitian dasar yang sering disebut sebagai
basic research atau
pure research dilakukan untuk memperluas batas-batas ilmu pengetahuan. Penelitian dasar ini tidak ditujukan secara langsung untuk mendapatkan pemecahan bagi suatu permasalahan khusus. Penelitian dasar dilakukan untuk memverifikasi teori yang sudah ada atau mengetahui lebih jauh tentang sebuah konsep. Hal pertama sekali yang harus dilakukan dalam penelitian dasar adalah pengujian konsep atau hipotesis awal dan kemudian pembuatan kajian lebih dalam serta kesimpulan tentang fenomena yang diamati.
[12] (wibisono, 2002: 4-5). Penelitian dasar dibedakan atas pendekatan yang digunakan dalam pengembangan teori yaitu:
ƒ
Penelitian deduktif, yaitu penelitian yang bertujuan menguji teori pada keadaan tertentu.
ƒ
Penelitian induktif,yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan (
generating) teori atau hipotesis melalui pengungkapan fakta.
9
Penelitian Terapan. Penelitian terapan berbeda dengan penelitian dasar, penelitian terapan dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang permasalahan yang khusus atau untuk membuat keputusan tentang suatu tindakan atau kebijakan khusus. Penggunaan metode ilmiah dalam penelitian terapan menjamin objektivitas dalam mengumpulkan fakta dan menguji ide kreatif bagi alternatif strategi bisnis. Penelitian terapan dibedakan atas:
ƒ
Penelitian evaluasi, yaitu penelitian yang diharapkan dapat memberi masukan atau mendukung pengambilan keputusan tentang nilai relatif dari dua atau lebih alternatif tindakan.
ƒ
Penelitian dan pengembangan, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan produk sehingga produk tersebut mempunyai kualitas yang lebih baik.
ƒ
Penelitian tindakan, yaitu penelitian yang dilakukan untuk segera digunakan sebagai dasar tindakan pemecahan masalah.
Berdasarkan karakteristik masalah, penelitian dapat dibedakan atas:
9
Penelitian Historis, yaitu kegiatan penelitian, pemahaman, dan penjelasan kondisi yang telah lalu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sebab atau dampak dari kejadian yang telah lalu untuk menjelaskan fenomena yang terjadi sekarang atau untuk memprediksi kondisi masa yang akan datang.
9
Penelitian Deskriptif, yaitu pengumpulan data untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subyek penelitian.
9
Penelitian Kasus dan Lapangan, merupakan penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari subyek yang diteliti, serta interaksinya dengan lingkungan. Tujuan penelitian ini untuk melakukan secara mendalam mengenai subyek tertentu untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai subyek tertentu.
9
Penelitian Korelasional, adalah penelitian yang bertujuan menentukan apakah terdapat asosiasi antarvariabel danmembuat prediksi berdasarkan korelasi antarvariabel. Jika hubungan antarvariabel cukup tinggi, kemungkinan sifat hubungannya merupakan sebab akibat (
causal- effect).
9
Penelitian Kausal-Komparatif, merupakan tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa sebab akibat antara 2 variabel atau lebih. Penelitian ini merupakan tipe penelitian
ex post facto.
9
Penelitian Eksperimen, merupakan tipe penelitian dengan karakteristik masalah yang sama dengan penelitian kausal komparatif, tetapi dalam penelitian eksperimen peneliti melakukan manipulasi atau pengendalian (
control) terhadap setidaknya satu variabel independen.
Sumber